Aquasprite Theme Demo

Diskusi Rutin Keilmuan GMKI Cab Bogor "Potensi Sumberdaya Pertanian"

, Posted by - at Jumat, Desember 18, 2009




                               Renatalido Arios :


Potensi Sumberdaya Pertanian


Banyak kalangan pesimis akan masa depan pertanian di Indonesia. Dunia pertanian seolah-olah menunggu lonceng kematian karena gagalnya berbagai kebijakan pembangunan terkait yang tidak berhasil meningkatkan kesejahteraan petani. Problematika pembangunan pertanian memang sangat rumit dan saling berkaitan. Kebijakan yang tidak tepat akan berakibat sangat fatal dan bisa memperburuk kondisi petani.

Perlu digarisbawahi bahwa kekayaan dan keragaman akan potensi sumberdaya baik fisik maupun manusia kita sebenarnya sangat cukup untuk menuju kebangkitan dan kejayaan pertanian yang tentunya dapat meningkatkan taraf hidup pelaku utamanya, yaitu petani. Hal yang paling mendasar adalah komitmen dan goodwill segenap komponen bangsa untuk mengembalikan momentum pembangunan pertanian sebagai penggerak ekonomi bangsa. Kemauan politik dan keberpihakan negara dan politisi menjadi salah satu penentu kebangkitan pertanian. Kejayaan pertanian tidak hanya menguatkan ekonomi bangsa namun juga akan meningkakan martabat bangsa dalam geopolitik internasional.

Potensi pertanian secara umum dapat ditinjau dari potensi sumberdaya produksi dan potensi pasar. Potensi produksi dapat dilihat dari cukup besarnya jumlah lahan produktif. Munif (2009) memaparkan bahwa luas panen padi di Indonesia tahun 2006 sebesar 11,79 juta hektar, sedangkan luas panen jagung sebesar 3,35 juta hektar. Ditinjau dari segi produktifitas padi, Indonesia telah mencapai level yang menggembirakan, di mana telah berada di puncak dibandingkan negara tropis Asia lainnya. World Bank (2003) juga mencatat besarnya potensi sumberdaya pertanian Indonesia terutama untuk areal lahan kering. Tercatat sekitar 24 juta hektar lahan kering potensial yang merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi program diversifikasi pangan dan diverfikasi produksi pertanian, misalnya dengan tanaman kehutanan, peternakan, dan perkebunan.

Selama ini sumber daya tersebut belum dikelola dengan serius. Terkait dengan potensi sumberdaya pertanian dalam konteks pembangunan pertanian, secara umum Indonesia memiliki potensi yang luar biasa. Kelapa sawit, karet, dan coklat Indonesia mulai bergerak menguasai pasar dunia. Namun dalam konteks produksi pangan, Indonesia adalah produsen beras terbesar ketiga dunia setelah China dan India. Kontribusi Indonesia terhadap produksi beras dunia sebesar 8,5% atau 51 juta ton (Rice Almanac, 2002). Bagi negara Vietnam dan Thailand yang secara tradisional dikenal luas sebagai negara eksportir beras di dunia ternyata hanya berkontribusi 5,4 dan 3,9% secara berurutan. Rerata produksi beras Indonesia 4,30 ton/hektar (Rice Almanak, 2002) dan meningkat menjadi 4,62 ton/ha pada tahun 2006 (Munif, 2009).

Kondisi :

1. Meskipun Indonesia termasuk produsen utama beras dunia, namun Indonesia hampir setiap tahun selalu menghadapi persoalan berulang dengan pemenuhan kebutuhan pangan. Terdapat beberapa persoalan serius yang perlu dicermati. Salah satu sebab utama adalah jumlah penduduk yang sangat besar. Data statistik menunjukkan jumlah penduduk Indonesia pada kisaran 230-237 juta jiwa.

2. Persoalan akses petani terhadap lahan juga menjadi isu yang sangat serius. Sebagianbesar petani kita adalah petani gurem (kepemilikan lahan kurang dari 0,25 ha). Masalah petani gurem juga terkait dengan transformasi struktural, pedesaan, dan pertanian. Dalam transformasi struktural penciptaan industri pedesaan melalui pengolahan bahan pangan lokal nampaknya akan membuka lapangan kerja baru baik dalam hal produksi, pengolahan, maupun distribusi dan pemasarannya.

3. Perlu dilakukan berbagai kebijakan yang mampu memberi insentif bagi petani untuk meningkatkan produktivitasnya. Investasi yang besar baik investasi sumberdaya manusia maupun sumber daya fisik di bidang pertanian sangat perlu menjadi prioritas. Penelitian dan pengembangan teknologi serta penyuluhan pertanian baik skala nasional, regional, dan lokal menjadi sangat urgen. Penelitian yang serius tentang benih-benih baru dengan produktivitas tinggi melalui pendekatan bioteknologi juga menjadi solusi yang cukup baik.

4. Saat ini petani semakin sulit memperoleh benih yang berkualitas karena umumnya diproduksi oleh perusahaan multinasional yang sangat profit oriented sehingga harganya menjadi sangat mahal. Lembaga penelitian dan perguruan tinggi sebagai penyedia public goods perlu didukung penuh dan terus menerus sehingga mampu menghasilkan teknologi dan inovasi alternatif yang bisa diakses secara murah oleh publik utamanya petani-petani kecil di pedesaan.

5. Pembangunan infrastruktur pertanian seperti saluran irigasi, jalan desa, pasar desa, dan lain-lain menjadi vital untuk menggairahkan petani. Jika berbagai kebijakan dapat berjalan dengan baik dan mampu memberikan insentif bagi petani maka harapan dan optimisme keberhasilan pembangunan pertanian akan semakin nyata.

Kapasitas SDM Pertanian

Persoalan pembangunan pertanian sangat erat kaitannya dengan peningkatan kapasitas SDM pelaku pembangunan. Peningkatan kapasitas SDM tidak hanya dibatasi pada peningkatan produktivitas petani, namun juga peningkatan kemampuan petani untuk lebih berperan dalam proses pembangunan. Persoalan krusial dalam peningkatan kapasitas SDM adalah rendahnya partisipasi petani dalam pengambilan keputusan pembangunan pertanian. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak adanya suatu organisasi yang memiliki kekuatan politik untuk memperjuangkan kepentingan petani di forum nasional.

Peningkatan SDM selain berkaitan dengan peningkatan produktifitas petani juga diarahkan pada peningkatan partisipasi politik petani dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingannya melalui organisasi petani mandiri. Peran aktif pemerintah dalam peningkatan SDM petani antara lain melalui reorientasi sistem penyediaan layanan dan pendanaan sistem informasi pertanian. Pemberian ruang partisipasi dan kebebasan petani untuk mengekpresikan kepentingannya juga sangat urgen.

Dengan potensi lahan yang sangat besar, komoditas yang unik dan sangat beragam, serta pangsa pasar yang sangat besar, sektor pertanian sudah seharusnya menjadi leading sector yang juga dapat menentukan martabat bangsa. Jika Indonesia mampu menghasilkan berbagai produk agribisnis baik pangan maupun produk-produk lainnya seperti perikanan, peternakan, perkebunan, dan kehutanan, maka Indonesia tidak hanya disegani secara ekonomi; namun juga akan sangat kuat ditinjau dari geopolitik internasional. Hal ini perlu direalisasikan dengan semangat dan kerja keras kita bersama.

Otonomi dearah yang sejak awalnya dirancang dan dicita-citakan untuk memberikan benefit dan kedekatan pelayanan publik dari pemerintah lokal harus terus didorong agar tidak menjadi menghambat pembangunan pertanian seperti disinyalir beberapa tahun terakhir, namun justru dapat memperlancar dan memperkuat berbagai proses pembangunan pertanian. Sinergi yang kuat dan terpadu antara pemerintah pusat dan daerah baik dalam hal alokasi sumberdaya, perancangan program, dan implementasi kegiatan menjadi prasyarat mutlak bagi keberhasilan pembangunan pertanian.

PEMANFAATAN LAHAN

Lahan merupakan sumberdaya pembangunan yang memiliki karakteristik unik, yakni sediaan/luas relatif tetap karena perubahan luas akibat proses alami (sedimentasi) dan memiliki sifat fisik (jenis batuan, kandungan mineral, topografi) dengan kesesuaian dalam menampung kegiatan masyarakat yang cenderung spesifik. Oleh karena itu, lahan perlu dimanfaatkan untuk kegiatan yang sesuai dengan sifat fisiknya, serta dikelola agar mampu menampung kegiatan masyarakat yang terus berkembang.

Perkembangan kegiatan masyarakat yang membutuhkan lahan sebagai wadahnya meningkat dengan sangat cepat sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, terjadi persaingan pemanfaatan lahan, terutama pada kawasan-kawasan yang telah berkembang di mana sediaan lahan relatif sudah sangat terbatas. Agar kegiatan masyarakat dapat berlangsung secara efisien dan dapat menciptakan keterpaduan dalam pencapaian tujuan pembangunan, perlu dilakukan pengaturan alokasi lahan dengan mempertimbangkan aspek kegiatan masyarakat (antara lain intensitas, produktivitas, pertumbuhan) dan aspek sediaan lahan (antara lain sifat fisik, lokasi, luas).
Dalam perspektif ekonomi, tujuan utama dari pemanfaatan lahan adalah untuk mendapatkan nilai tambah tertinggi dari kegiatan yang diselenggarakan di atas lahan. Namun harus disadari bahwa kegiatan tersebut memiliki keterkaitan baik dengan kegiatan lainnya maupun dengan lingkungan hidup dan aspek sosial budaya masyarakat. Dapat dipahami apabila penyelenggaraan sebuah kegiatan dapat menimbulkan berbagai dampak yang perlu diantisipasi dengan pengaturan pemanfaatan lahan.

Beberapa isu-isu pemanfaatan lahan antara lain sebagai berikut :

1. Pemanfaatan Lahan yang Kurang Memperhatikan Daya Dukung Lingkungan
Perhatian terhadap daya dukung lingkungan merupakan kunci bagi perwujudan ruang hidup yang nyaman dan berkelanjutan. Daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang berkembang di dalamnya, dilihat dari ketersediaan sumber daya alam dan buatan yang dibutuhkan oleh kegiatan-kegiatan yang ada, serta kemampuan lingkungan dalam mentolerir dampak negatif yang ditimbulkan. Perhatian terhadap daya dukung lahan seyogyanya tidak terbatas pada lokasi di mana sebuah kegiatan berlangsung, namun harus mencakup wilayah yang lebih luas dalam satu ekosistem. Dengan demikian, keseimbangan ekologis yang terwujud juga tidak bersifat lokal, namun merupakan keseimbangan dalam satu ekosistem.
Terkait daya dukung lingkungan, terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan lahan :

1. Ketersediaan sumberdaya alam dan sumber daya buatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan yang akan dikembangkan. Dalam konteks ini ketersediaan tersebut harus diperhitungkan secara cermat, agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dijaga pada tingkat yang memungkinkan upaya pelestariannya.

2. Jenis kegiatan yang akan dikembangkan harus sesuai dengan karakteristik geomorfologis lokasi (jenis tanah, kemiringan, struktur batuan). Hal ini dimaksudkan agar lahan dapat didorong untuk dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan sifat fisiknya.

3. Intensitas kegiatan yang akan dikembangkan dilihat dari luas lahan yang dibutuhkan dan skala produksi yang ditetapkan. Hal ini sangat terkait dengan pemenuhan kebutuhan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

4. Dampak yang mungkin timbul dari kegiatan yang akan dikembangkan terhadap lingkungan sekitar dan kawasan lain dalam satu ekosistem, baik dampak lingkungan maupun dampak sosial. Hal ini dimaksudkan agar pengelola kagiatan yang memanfaatkan lahan dapat menyusun langkah-langkah antisipasi untuk meminimalkan dampak yang timbul.

5. Alternatif metoda penanganan dampak yang tersedia untuk memastikan bahwa dampak yang mungkin timbul oleh kegiatan yang akan dikembangkan dapat diselesaikan tanpa mengorbankan kepentingan lingkungan, ekonomi, dan sosial-budaya masyarakat.



2. Konversi Pemanfaatan Lahan yang Tidak Terkontrol

Konversi pemanfaatan lahan dari satu jenis pemanfaatan menjadi pemanfaatan lainnya perlu diperhatikan secara khusus. Beberapa isu penting yang dihadapi saat ini antara lain adalah :

1. Konversi lahan-lahan berfungsi lindung menjadi lahan budidaya yang berakibat pada menurunnya kemampuan kawasan dalam melindungi kekayaan plasma nuftah dan menurunnya keseimbangan tata air wilayah.

2. Konversi lahan pertanian produktif menjadi lahan non-pertanian secara nasional telah mencapai 35.000 hektar per tahun. Khusus untuk lahan pertanian beririgasi di Pulau Jawa, laju alih fungsinya telah mencapai 13.400 hektar per tahun yang tentunya disamping mengancam ketahanan pangan nasional, juga dapat mengganggu keseimbangan lingkungan.

3. Konversi ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan menjadi lahan terbangun telah menurunkan kualitas lingkungan kawasan perkotaan.

Permasalahan di atas terjadi akibat kurangnya perhatian terhadap kepentingan yang lebih luas. Untuk mengatasinya diperlukan perangkat pengendalian yang mempu mengarahkan agar pemanfaatan lahan tetap sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

3. Pengaturan Pemanfaatan Lahan yang Tidak Efisien

Dalam perspektif penataan ruang, pemanfaatan lahan perlu diatur agar secara keseluruhan memberikan manfaat terbaik bagi masyarakat sekaligus menekan eksternalitas yang mungkin timbul. Dalam perspektif ini, pengaturan pemanfaatan lahan dimaksudkan untuk membentuk struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang efisien, untuk menekan biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dalam menjalankan aktivitas dan memperoleh pelayanan yang dibutuhkan.

Namun demikian, kawasan perkotaan saat ini menghadapi permasalahan kemacetan yang diakibatkan oleh pengaturan fungsi ruang yang tidak efisien, antara lain pengembangan kawasan perumahan yang jauh dari kawasan tempat kerja serta pengembangan pusat pelayanan ekonomi dan sosial-budaya masyarakat yang terkonsentrasi. Inefisiensi pengaturan pemanfaatan lahan tersebut mengakibatkan tingginya intensitas pergerakan masyarakat yang tidak diimbangi dengan tingkat pelayanan transportasi yang memadai. Kemacetan lalu lintas di kawasan perkotaan besar dan metropolitan telah sampai pada taraf menurunkan produktivitas masyarakat dan menghambat arus barang dan jasa yang pada gilirannya menurunkan daya saing produk nasional.




Bookmark and Share

Currently have 0 komentar:

Leave a Reply

Posting Komentar